Hukum


LEGITIMASI KEKUASAAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap negara haruslah mempunyai kekuasaan yang jelas. Sejak dulu teori-teori yang menggolongkan negara-negara berdasarkan legitimasi kekuasaannya sudah berkembang. Meskipun Indonesia telah menganut sistem pemerintahan yang demokratis, akan tetapi perlu juga dianalisa berdasarkan sejarah-sejarahdan teori-teori yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perkembangan dari teori-teori mengenai legitimasikekuasaan?
2. Termasuk kedalam teori legitimasi kekuasaan manakah negaraRepublik Indonesia?
1.3 Tujuan penulisan
Menganalisa beberapa teori-teori yang ada dan juga mengkategorikan negaraIndonesia kedalam salah satu teori yang ada.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tinjauan pustaka
Legitimasi merupakan perkara dasar yang sangat penting bagi seorang pemimpin, tanpa legitimasi sangat sulit bagi seseorang bisa meneruskan kepemimpinannya. Tanpa legitimasi bahkan mustahil bagi pemerintah untuk menerapkan undang-undang dan membangun sebuah negara. Sumber legitimasi dan cara memperoleh legalitas juga permasalahan yang tidak kalah penting untuk dibicarakan dari legitimasi itu sendiri.
Legitimasi telah menjadi pembahasan berkepanjangan sejak manusia mengenal hidup secara berkelompok. Ia telah muncul sejak zaman Yunani kuno, dimana Plato dan Aristotle menyatakan bahwa negara memerlukan legitimasi yang mutlak untuk mendidik rakyatnya dengan nilai-nilai moral rasional. Pada zaman yang sama gagasan legitimasi kekuasaan yang bersumber dari rakyat telah muncul dalam bentuk yang sangat sederhana sebagaimana terdapat pada negara kota (city state) abad VI sampai III sebelum masihi.
Para pakar ilmu politik menyebutkan beberapa teori yang menunjukkan kepada dasar legalitas seorang pemimpin negara memperoleh kekuasaannya. Mereka merumuskan bahwa seorang pemimpin mendapatkan legitimasi melalui;
Pemberian Tuhan (God Sovereignty), faham ini dianut oleh: Agustinus, Thomas Aquinas dan Marsilius.
Dasar hukum (legal sovereignty). Pandangan ini dikemukakan oleh Hugo Krabbe dan dikembangkan oleh pengikutnya R. Kranenburg.
Sumber kekekuasaanan Negara (State Sovereignty). Pandangan ini disokong oleh Paul Laband.
Berasaskan kepada kedaulatan rakyat (Popular Sovereignty atau Poeple Power). Pandangan ini dianut oleh John Locke dan Jean Jacques Rousseau.
Bagaimanapun teori terakhirlah yang lebih popular dan kerap digunakan dalam pembahasan terkini dalam bingkai istilah civil society. Teori ini juga populer dikalangan pemikir Islam, terutamanya dari Muhammad Yusuf Musa, ‘Abd al-Wahhab Khallaf, Muhammad Rasyid Rida dan ‘Abd al-Qadir Abu Faris.
Dalam menjelaskan teori ini, kalangan pemikir Islam mencoba untuk mengaitkannya dengan teori siadah al-ummah. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kekuasaan yang dimiliki rakyat melebihi kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin suatu negara.
Pembahasan secara sistematik mengenai rakyat sebagai sumber legitimasi penguasa dibuat pertama kali oleh Jean Bodin, Ia berpendapat bahwa kedaulatan adalah kekuasaan penuh dan tertinggi yang berada ditangan rakyat, namun begitu Bodin lebih mengutamakan kekuasaan yang ada pada seorang raja dalam pembahasannya. Ini dibuktikan melalui perkataan yang menunjukkan kepada tinngginya kedaulatan raja pada setiap permulaan seremonial resmi, seperti sebutan “open, in the King’s name”
Tulisan ini ingin mengangkat dasar-dasar legitimasi pemimpin Negara yang berasal dari rakyat berdasarkan nash-nash syari’ah dan teori-teori yang dikemukakan oleh para fuqaha dalam menguraikan proses pendelegasian kekuasaan tersebut kepada seorang pemimpin. Tulisan ini juga membandingkan antara pandangan fuqaha dengan pendapat pakar politik umum dalam menguraikan masalah asas legitimasi.
2.2 Pembahasan rumusan masalah
1. Pengertian Legitimasi Kekuasaan
Sebelum kita membahas apa itu legitimasi kekuasaan, sebelumnya kita terlebih dahulu memahami apa yang dimaksud kekuasaan. Konsep kekuasaan menurut Max Weber dalam Frans Magnis-Suseno (1994:54) bahwa ”kekuasaan adalah kemampuan untuk, dalam suatu hubungan sosial, melaksanakan kemauan sendiri sekalipun mengalami perlawanan dan apapun dasar kemampuan itu”. Tetapi kekuasaan yang dipersoalkan disini adalah kekuasaan negara. Adalah ciri khas negara bahwa kekuasaannya memiliki wewenang. Maka kekuasaan negara itu dapat disebut ”otoritas” atau ”wewenang”.
Menurut Miriam Budiardjo dalam Frans Magnis—Suseno (1994:54) otoritas atau wewenang adalah ”kekuasaan yang dilembagakan”, yaitu kekuasaan yang tidak hanya de facto menguasai, melainkan juga berhak untuk menguasai. Wewenang adalah kekuasaan yang berhak untuk menuntut ketaatan, jadi berhak untuk memberikan perintah.
Terhadap wewenang itu timbul pertanyaan tentang apa yang menjadi dasarnya. Itulah pertanyaan tentang legitimasi atau keabsahan kekuasaan. Terhadap setiap wewenang dapat dipersoalkan apakah wewenang itu absah atau tidak, apakah mempunyai dasar atau tidak.
Konsep legitimasi berkaitan dengan sikap masyarakat terhadap kewenangan. Artinya apakah masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat ataukah tidak. Apabila masyarakat menerima dan mengakui hak moral pemimpin untuk membuat dan melaksanakan keputusan yang mengikat masyarakat maka kewenangan itu dikategorikan sebagai berlegitimasi. Maksudnya, legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk memerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik.
Secara etimologi legitimasi berasal dari bahasa latin “lex” yang berarti hukum. Kata legitimasi identik dengan munculnya kata-kata seperti legalitas, legal dan legitim. Jadi secara sederhana legitimasi adalah kesesuaian suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etis, adat istiadat maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah.
2. Teori Legitimasi
Kekuasaan Negara adalah suatu organisasi kekuasaan dan organisasi itu merupakan tatakerja daripada alat-alat perlengkapan negara yang merupakan suatu keutuhan, tatakerja mana melukiskan hubungan serta pembagian tugas dan kewajiban antara masing-masing alat perlengkapan negara itu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Suatu negara pasti dipimpin oleh pemegang kekuasaan.
2.3 Obyek dan Tipe Kekuasaan
Suatu sistem politik dapat lestari apabila sistem politik secara keseluruhan mendapatkan dukungan, seperti penerimaan dan pengakuan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi diperlukan bukan hanya untuk pemerintah, tetapi juga untuk unsur-unsur sistem politik yang ada. Yang menjadi obyek legitimasi bukan hanya pemerintah, tetapi juga unsur-unsur lain dalam sistem politik. Jadi legitimasi dalam arti luas adalah dukungan masyarakat terhadap sistem politik sedangkan dalam arti sempit legitimasi merupakan dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang berwenang.
Menurut Easton dalam Ramlan Subakti (Memahami Ilmu Politik, 1999:93), terdapat tiga objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tidak hanya berlangsung secara terus menerus, tetapi mampu pula mentransformasikan tuntutan menjadi kebijakan umum. Ketiga obyek legitimasi itu meliputi: komunitas politik, rezim dan pemerintahan.
Sementara Andrain menyebutkan lima objek dalam sistem politik yang memerlukan legitimasi agar suatu sistem politik tetap berlangsung dan fungsional. Kelima obyek legitimasi itu meliputi: masyarakat politik, hukum, lembaga politik, pemimpin politik dan kebijakan.
Menurut Zippelius dalam Franz Magnis—Suseno (Etika Politik, 1994:54) bentuk legitimasi dilihat dari segi obyek dapat dibagi atas dua bentuk yakni :
1. Legitimasi materi wewenang
Legitimasi materi wewenang mempertanyakan wewenang dari segi fungsinya: untuk tujuan apa wewenang dapat dipergunakan dengan sah? Wewenang tertinggi dalam dimensi politis kehidupan manusia menjelma dalam dua lembaga yang sekaligus merupakan dua dimensi hakiki kekuasaan politik: yakni dalam hukum sebagai lembaga penataan masyarakat yang normatif dan dalam kekuasaan (eksekutif) negara sebagai lembaga penataan efektif dalam arti mampu mengambil tindakan.
2. Legitimasi subyek kekuasaan
Legitimasi ini mempertanyakan apa yang menjadi dasar wewenang seseorang atau sekompok orang untuk membuat undang-undang dan peraturan bagi masyarakat dan untuk memegang kekuasaan negara. Pada prinsipnya terdapat tiga macam legitimasi subyek kekuasaan:
a. Legitimasi religius
Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah faktor-faktor yang adiduniawi, jadi bukan pada kehendak rakyat atau pada suatu kecakapan empiris khususnya penguasa.
b. Legitimasi eliter
Legitimasi yang mendasarkan hak untuk memerintah pada kecakapan khusus suatu golongan untuk memerintah. Paham legitimasi ini berdasarkan anggapan bahwa untuk memerintah masyarakat diperlukan kualifikasi khusus yang tidak dimiliki oleh seluruh rakyat. Legitimasi eliter dibagi menjadi empat macam yakni (1) legitimasi aristoktratis : secara tradisional satu golongan, kasta atau kelas dalam masyarakat dianggap lebih unggul dari masyarakat lain dalam kemampuan untuk memimpin, biasanya juga dalam kepandaian untuk berperang. Maka golongan itu dengan sendirinya dianggap berhak untuk memimpin rakyat secara politis. (2) legtimasi ideologis modern : legitimasi ini mengandaikan adanya suatu idiologis negara yang mengikat seluruh masyarakat. Dengan demikian para pengembangan idiologi itu memiliki privilese kebenaran dan kekuasaan. Mereka tahu bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat diatur dan berdasarkan monopoli pengetahuan itu mereka menganggap diri berhak untuk menentukkannya. (3) legitimasi teknoratis atau pemerintahan oleh para ahli: berdasarkan argumentasi bahwa materi pemerintahan masyarakat dizaman modern ini sedemikian canggih dan kompleks sehingga hanya dapat dijalankan secara bertanggungjawab oleh mereka yang betul-betul ahli. (4) legitimasi pragmatis: orang, golongan atau kelas yang de facto menganggap dirinya paling cocok untuk memegang kekuasaan dan sanggup untuk merebut serta untuk menanganinya inilah yang dianggap berhak untuk berkuasa. Calah satu contoh adalah pemerintahan militer yang pada umumnya berdasarkan argumen bahwa tidak ada pihak lain yang dapat menjaga kestabilan nasional dan kelanjutan pemerintahan segara secara teratur.
Menurut Andrain dalam Ramlan Subakti (Memahami Ilmu Politik, 1999:97) berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah maka legitimasi dikelompokkan menjadi lima tipe yaitu :
1. Legitimasi tradisional; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut merupakan keturunan pemimpin ”berdarah biru” yang dipercaya harus memimpin masyarakat.
2. Legitimasi ideologi; masyarakat memberikan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. Ideologi yang dimaksudkan tidak hanya yang doktriner seperti komunisme, tetapi juga yang pragmatis seperti liberalisme dan ideologi pancasila.
3. Legitimasi kualitas pribadi; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut memiliki kualitas pribadi berupa kharismatik maupun penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bidang tertentu.
4. Legitimasi prosedural; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut mendapat kewenangan menurut prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
5. Legitimasi instrumental; masyarakat memberikan pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut menjanjikan atau menjamin kesejahteraan materiil (instrumental) kepada masyarakat.
BACA SELENGKAPNYA DISINI ....

MAKALAH PENDEKATAN KONTINGENSI
BAB I PENDAHULUAN
1. A. Latar belakang masalah
Dalam kehidupan manusia, sebagai makhluk social tidak dapat berdiri sendiri untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karenanya manusia mem butuhkan kelompok, kerja sama kelompok dan antar kelompok. Prilaku manusia seperti itulah yang banyak menarik perhatian para pemikir dan sarjana untuk meneliti, bagaimana sesungguhnya prilaku manusia dalam berkelompok, dan masalah apa saja yang ditimbulkan dari kehidupan berkelompok tersebut, maka akhirnya timbul konsep perlunya organisasi bagi manusia seabagai makhluk social.
Laurie J. Mullins, menawarkan analisis tentang prilaku bagi manusia dalam berorganisasi. Adapun makalah ini akan menganalisis teori yang disampaikan L.J. Mullins tentang Pendekatan Kontigensi. Suatu pendekatan untuk mengatasi kebekuan atau kemandekan dalam sebuah organisasi.
Pendekatan Kontigensi diberlakukan ketika suatu organisasi dalam situasi tertentu mengalami kesulitan dalam menjalankan roda organisasi tersebut. Seperti apa solusi yang tawarkan dalam pendekatan ini, apa kontribusi kontigensi terhadap organisasi, bagaimana alternative struktur yang ditawarkan.
ANDA BISA DONLOT MAKALAHNYA DI SINI.....

RESUME PEMDA
PERTEMUAN 1 DAN 2
A. Defenisi
A. Defenisi pemerintah
· Sebagai organ atau alat negara yang menjalankan tugas dan fungsi pemerintahan
· Pemerintah dalam arti sempit dimaksudkan khusus pada kekuasaan eksekutif
· Pemerintah dalam arti luas ialah semua organ negara termasuk DPR
· Pemerintah adalah kekusaan yang memerintah suatu negara, atau badan tertinggi yang memerintah suatu negara
· Pemerintah adalah jawatan atau aparatur dalam susunan politik
· Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menetapkan hukum serta undang-undang diwilayah
· Pemerintah adalah orang atau sekelompok orang yang memiliki kekuasaan untuk memerintah, atau lebih simpel lagi adalah orang atau sekelompok orang yang memberikan perintah.
· Pemerintah adalah lembaga atau badan public yang mempunyai fungsi dan tujuan Negara
· Pemerintah adalah sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan-kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan.
· Pemerintah dalam arti luas pemerintah didefinisikan sebagai Suatu bentuk organisasi yang bekerja dengan tugas menjalankan suatu sistem pemerintahan
· Pemerintah dalam arti sempit didefinisikan sebagai Suatu badan persekumpulan yang memiliki kebijakan tersendiri untuk mengelola,memanage,serta mengatur jalannya suatu sistem pemerintahan.
BACA LAGI DI SINI.....
DONLOT RESUME LENGKAP...


RENVOI
Dalam keberagaman sistem hukum di dunia, dikenal 2 asas, yakni asas nasionalitas dan asas domisili. Masalah renvoi (penunjukan kembali) kemudian muncul sebagai akibat dari perbenturan asas tersebut. Pertanyaan yang juga bisa timbul terkait masalah renvoi ini adalah soal kualifikasi. Apakah hukum yang nanti diberlakukan itu adalah hukum intern ataukah HPI di Indonesia, atau mungkinkah hukum intern atau HPI dari negara lain yang diberlakukan.
Selain itu, penerapan untuk kasus yang bisa dianggap serupa juga timbul perbedaan. Penerapan berbeda itu karena pada beberapa negara juga tidak semuanya menerima renvoi ini. Dengan kata lain, sejumlah negara memiliki kecenderungan menolak renvoi. Untuk itu kita harus bisa mengetahui negara mana yang memiliki kecondongan menerima dan mana pula yang punya kecenderungan menolak. Untuk Indonesia, pada beberapa praktek administratif ternyata telah menunjukkan bahwa negeri ini telah menerima renvoi. Berikut keberadaan renvoi di sejumlah negara:
1. Perancis
Diketahui sejak ada peristiwa Forgo, menunjukkan bahwa di Perancis telah menerima Ronvoi, namun sejumlah pengamat menyebutkan bahwa ada kecondongan renvoi ditolak di negara ini.
DONLOT FILE LENGKAP....


PAJAK DAN URGENSINYA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang paling besar. Dari tahun ke tahun pajak juga menjadi perbincangan dari pemerintah sendiri karena dari realisasi penerimaan yang kurang dari target yang sudah direncanakan oleh Menteri Keuangan. Oleh karena itu perlu adanya perhatian yang khusus dari semua kalangan baik dari Menteri Keuangan, Direktorat Jendral Pajak, maupun masyarakat itu sendiri.
Pajak menempati posisi terpenting di sebagian besar negara berkembang karena pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, sebagian besar kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Penggunaaan uang pajak meliputi mulai dari belanja pegawai sampai dengan pembiayaan berbagai proyek pembangunan. Uang pajak juga digunakan untuk pembiayaan dalam rangka memberikan rasa aman bagi seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga negara mulai saat dilahirkan sampai dengan meninggal dunia, menikmati fasilitas dari pemerintah yang semuanya dibiayai dengan uang yang berasal dari pajak. Dengan demikian lelas bahwa peranan penerimaan pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan dalam menunjang jalannya roda pemerintah dan pembiayaan pembangunan.
B. Tujuan penulisan
Artikel yang berjudul pajak dan urgensinya terhadap pembangunan negara ini di sajikan untuk membahas tentang bagaimana peran pajak terhadap pembangunan nasional (negara). Karena sebagian besar anggaran pembangunan nasional itu berasal dari anggaran pajak. 
DONLOT BAB I
DONLOT BAB II
DONLOT BAB III

POLITIC PARTIAL
BAB I
PENDAHULUAN
Partai Politik adalah perkumpulan (segolongan orang-orang) yang seasas, sehaluan, setujuan, (terutama di bidang politik). Baik yang berdasarkan partai kader atau struktur kepartaian yang dimonopoli oleh sekelompok anggota partai yang terkemuka; maupun yang berdasarkan partai massa, yaitu partai politik yang mengutamakan kekuatan berdasarkan keunggulan jumlah anggotanya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) parpol juga berarti perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu (KBBI, 1990 : 650). Dalam sejarah Indonesia, keberadaan Parpol di Indonesia diawali dengan didirikannya organisasi Boedi Oetomo (BO) pada tahun 1908 di Jakarta oleh dr. Wahidin Soediro Hoesodo dkk. Walaupun pada waktu itu BO belum bertujuan ke politik murni, tetapi keberadaan BO sudah diakui para peneliti dan pakar sejarah Indonesia sebagai perintis organisasi modern. Dengan kata lain, BO merupakan cikal bakalnya organisasi massa atau organisasi politik di Indonesia.
Pentingnya sejarah partai politik penulis uraikan pada tulisan ini, sebagai pertimbangan bahwa sejarah pada hakekatnya mengungkap berbagai peristiwa besar pada masa lalu, agar dapat di jadikan bahan penunjang dan pembanding kenyataan di era saat ini dalam proses ke era yang akan datang. Orang pandai sering berkata bahwa hari ini adalah produk hari kemarin dan yang akan mempengaruhi hari esok. Demikian juga halnya dengan sejarah Partai politik di Indonesia merupakan produk masa lalu yang perlu di ungkap dan di kaji kembali agar dapat di manfaatkan dalam menyikapi perkembangan partai politik di Indonesia, baik pada era saat ini dan terlebih lagi di era yang akan datang.
Pada umumnya partai politik di gunakan oleh kebanyakan negeri atau rakyat terjajah sebagai salah satu sarana untuk membebaskan dirinya dari belenggu penjajahan. Kebanyakan negeri atau rakyat yang terjajah tertarik pada partai politik, karena partai politik itu dapat menjadi kekuatan tandingan untuk menantang penjajahan, dan memiliki potensi sebagai sarana yang dapat diandalkan untuk mencapai kemerdekaan.Di Indonesia sendiri, Partai politik pertama-tama lahir dalam zaman Kolonial Belanda sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional.
download makalah BAB 1
download makalah BAB 2
download makalah BAB 3

0 Response to "Hukum"